Tumbuhan dalam Sistem Constructed Wetlands: Thypa spp. dan Phragmites spp. - Ganeca Environmental Services

Tumbuhan dalam Sistem Constructed Wetlands: Thypa spp. dan Phragmites spp.

Juni 7, 2017

Tumbuhan dalam Sistem Constructed Wetlands: Thypa spp. dan Phragmites spp.


Oleh: Dr. M. Sonny Abfertiawan, S.T., M.T. (GES Environmental Engineer)


Teknologi pengolahan air limbah dalam bentuk Horizontal Sub-surface Flow Constructed Wetland (HF-CW) pertama kali dikenalkan di Jerman pada tahun 1960 oleh Kathe Seidel (Vymazal, 2009). Pada sistem tersebut, air limbah masuk melalui satu titik di awal sistem dan mengalir secara perlahan melalui satu hamparan media berpori yang juga ditanami tumbuhan untuk megalami pengolahan dan akhirnya keluar di titik akhir sistem dengan kondisi yang telah memenuhi standar untuk dibuang ke badan air penerima.

Tumbuhan memiliki peran dalam sistem constructed wetland. Tumbuhan yang dapat digunakan dalam sistem wetland haruslah tumbuhan yang tahan terhadap beban nutrisi dan material organik dalam tingkatan tinggi dan tahan terhadap kondisi tercekam seperti tergenang air sehingga kandungan oksigen rendah, serta memiliki sistem perakakaran yang lebat untuk melekatnya mikroorganisme. Vyzamal (2009) mengatakan bahwa tumbuhan dapat memberikan efek positif dalam hal meningkatkan efektivitas pengolahan air limbah untuk mengurangi kandungan organik dan nutrien seperti nitrogen dan fosfor. Beberapa peran tumbuhan dalam sistem wetland diantaranya (Vymazal, 2009):

  1. Menyediakan akar sebagai tempat tumbuh dan melekatnya mikroorganisme yang berperan dalam pengolahan air limbah
  2. Mensuplai oksigen melalui sistem perakaran sehingga dapat digunakan oleh mikroorganisme yang berdampak pada meningkatnya proses dekomposisi aerob dan nitrifikasi
  3. Uptake nutrien yang berdampak pada berkurangnya kandungan beberapa unsur di dalam air
  4. Menghalangi angin sehingga mereduksi efek turbulensi air
  5. Menyaring partikel berukuran besar sehingga menurunkan tingkat kekeruhan air
  6. Mengurangi kecepatan aliran air sehingga meningkatkan waktu detensi air limbah di dalam sistem
  7. Menambah nilai estetika sistem
  8. Menstabilkan iklim mikro dalam sistem sehingga dapat mencegah pembekuan air pada saat musim dingin

Tumbuhan-tumbuhan yang dapat digunakan dalam sistem wetland yaitu Typha latifolia, Typha angustifolia, Phragmintes australis, Phragmintes karka, Coix lacryma-jobi, Scirpus validus, Arundo donax, Sagaittaria latifolia, Cyperus sp., dan Juncus sp. Terdapat juga tanaman hias yang dapat digunakan dalam sistem constructed wetland, contohnya yaitu Zantedeschia aethiopica (Belmont & Metcalfe, 2003) atau yang dikenal dengan nama tumbuhan bunga kala atau Calla Lily dalam bahasa Inggris dan Heliconia rostrata (Hernandez & Sanchez-Navarro, 2008) atau yang dalam bahasa Indonesia dikenal denga nama pisang-pisangan.

Dari sekian banyak tumbuhan tersebut, terdapat beberapa spesies yang tergolong paling sering digunakan dalam pengolahan air limbah pada sistem constructed wetland, yaitu dari genus Typha dan Phragmintes. Terdapat empat spesies yang umum digunakan dalam pengolahan air limbah sistem constructed wetland, yaitu Typha latifolia, Typha angustifolia, Phragmites australis, dan Phragmites karka. Walaupun berasal dari genus yang sama, namun masing-masing spesies dari kedua genus tersebut memiliki peran yang berbeda. Oleh karena itu menjadi cukup penting untuk mengetahui perbedaan dari spesies-spesies tersebut, terutama dalam hal parameter yang dapat direduksi oleh masing-masing spesies, sehingga dapat diterapkan pada peruntukan yang sesuai.

[vc_custom_heading text=”Typha latifolia (Broadleaf Cattail)” use_theme_fonts=”yes” font_weight=”400″ text_transform=”none” sub_heading_character_color=”rgba(0,0,0,0.4)”][vc_column_text]

Tumbuhan Typha latifolia atau yang biasa dikenal tumbuhan lilin air atau ekor kucing atau broadleaf cattail dalam bahasa inggris merupakan anggota dari famili Typhaceae. Tumbuhan ini merupakan herba perenial yang berhabitat di rawa-rawa atau tanah yang tergenang, dapat juga tumbuh pada tanah yang jenuh dengan air. Tumbuhan ini merupakan tumbuhan asli dari benua Eropa, Afrika, serta Amerika bagian selatan dan utara. Namun spesies ini juga dilaporkan ditemukan di Indonesia walaupun bukan sebagai spesies asli (native). Tumbuhan ini dapat tumbuh hingga tinggi 3 m pada rawa-rawa dengan ketinggian air tidak melebihi 80 cm. Typha latifolia berperan penting dalam menyediakan habitat bagi berbagai hewan di ekosistem rawa, selain itu tumbuhan ini juga dapat “menangkap” polutan dan lumpur sehingga berperan dalam menjaga air tetap jernih (Anonim 1, 2016). Typha latifolia dapat digunakan dalam pengolahan air limbah sistem wetland, khususnya dalam mereduksi nilai Faecal Coli (Ciria et al., 2005 dalam Vymazal, 2011), COD, BOD5, TSS, Total Nitrogen, Fosfor, dan Amonia (Dornelas et al., 2008 dalam Vymazal, 2011).

[/vc_column_text][vc_column_text]

Gambar 1. Typha latifolia

(Sumber: Zipcodezoo.com)

[/vc_column_text][vc_custom_heading text=”Typha angustifolia (Narrowleaf Cattail)” use_theme_fonts=”yes” font_weight=”400″ text_transform=”none” sub_heading_character_color=”rgba(0,0,0,0.4)”][vc_column_text]

Typha angustifolia atau biasa disebut tumbuhan Lembang atau Ambet merupakan tumbuhan yang mirip dengan Typha latifolia. Tumbuhan ini memiliki daun yang lebih sempit dibandingkan dengan T. latifolia (T. angustifolia memiliki lebar daun 0,6-1,2 cm; sedangkan T. latifolia memiliki lebar daun 2-4 cm), selain itu T. angustifolia juga dapat ditemukan tumbuh di rawa-rawa dengan ketinggian air melebihi 80 cm (T. latifolia hanya tumbuh di rawa-rawa dengan ketinggian air kurang dari 80 cm) (Anonim 2, 2009). Tumbuhan ini dilaporkan dapat digunakan dalam sistem constructed wetland dan berefek positif dalam pengolahan air limbah dengan menurunkan nilai parameter Total Nitrogen (Maltais-Landry et al., 2009 dalam Vymazal, 2011).

[/vc_column_text][vc_column_text]

Gambar 2. Perbedaan Typha angustifolia – Narrowleaf Cattail (Kiri) dan Typha latifolia – Broadleaf Cattail (Kanan)

(Sumber: Zipcodezoo.com)

[/vc_column_text][vc_custom_heading text=”Phragmites australis” use_theme_fonts=”yes” font_weight=”400″ text_transform=”none” sub_heading_character_color=”rgba(0,0,0,0.4)”][vc_column_text]

Phragmintes australis merupakan tumbuhan perenial yang berhabitat di rawa-rawa dan juga hutan lahan basah. Spesies ini merupakan tumbuhan yang persebarannya sangat luas secara global, ditemukan di Indonesia walaupun mungkin bukan sebagai spesies yang asli berasal dari Indonesia. Tumbuhan ini memiliki daun dengan lebar 2-4 cm dan panjang daun 15-40 cm, dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 1,5 – 4 m (Allred, 2017). Spesies ini dilaporkan dapat digunakan dalam sistem pengolahan air limbah wetland dan memberikan efek positif dalam mereduksi nilai parameter BOD5, COD, Total Nitrogen, Total Fosfor, dan Amonia (Naylor et al., 2003; Maltais-Landry et al, 2009). Sementara itu, kemampuan spesies ini dalam mereduksi nilai Faecal Coli masih diragukan karena terdapat hasil yang berbeda berdasarkan dua penelitian yang telah dilakukan. Hasil penelitian Vacca et al. (2005) menunjukkan bahwa penggunaan spesies ini dalam sistem Horizontal Subsurface Wetland tidak memberikan efek apapun terhadap nilai parameter Faecal Coli, sementara penelitian yang dilakukan Rivera et al. (1995) menunjukkan bahwa spesies ini memberikan efek postif dalam mereduksi nilai parameter Faecal Coli dalam sistem yang sama.

[/vc_column_text][vc_column_text]

Gambar 3 Phragmites australis

(Sumber: Zipcodezoo.com)

[/vc_column_text][vc_custom_heading text=”Phragmites karka” use_theme_fonts=”yes” font_weight=”400″ text_transform=”none” sub_heading_character_color=”rgba(0,0,0,0.4)”][vc_column_text]

Tumbuhan ini memiliki karakteristik yang serupa dengan Phragmites australis, mulai dari ukuran daun hingga habitatnya. Namun, terdapat hal yang membedakan kedua spesies ini yaitu daun Phragmites karka memiliki bulu-bulu yang lebih pendek sehingga helai daun P. karka lebih kasar dibandingkan dengan P. australis. P. karka juga dapat digunakan dalam sistem wetland dan memiliki kemampuan yang mirip dengan P. australis dalam mereduksi nilai beberapa parameter. Spesies ini dapat berperan dalam menurunkan nilai BOD5, COD, Total Kjehdall Nitrogen dan Total Fosfor (Pandey et al, 2006 dalam Vymazal, 2011).

[/vc_column_text][vc_separator border_width=”4″][vc_custom_heading text=”Referensi :” use_theme_fonts=”yes” font_weight=”400″ text_transform=”none” sub_heading_character_color=”rgba(0,0,0,0.4)”][vc_column_text]

  • Allred, Kelly W. 2017. Phragmites. Diakses dari http://herbarium.usu.edu/treatments/Phragmites.htm pada 13 Maret 2017
  • Anonim 1. Typha latifolia. Diakses dari http://zipcodezoo.com/index.php/Typha_latifolia  diakses pada 13 Maret 2017.
  • Anonim 2. 2009. Typha angustifolia. Diakses dari http://zipcodezoo.com/index.php/Typha_angustifolia diakses pada 13 Maret 2017.
  • Belmont, A Marco & Chris D. Metcalfe. 2003. Feasibility of using ornamental plants (Zantedeschia aethiopica) in subsurface flow treatment wetlands to remove nitrogen, chemical oxygen demand and nonylphenol ethoxylate surfactants – a laboratory-scale study. Ecological Engineering (21): 233-247
  • Ciria, M. P., M. L. Solano & P. Soriano. 2005. Role of macrophyte Typha latifolia in a constructed wetland for wastewater treatment and assessment of its potential as a biomass fuel. Biosystems Engineering (92): 535–544.
  • Dornelas, F. L., M. B. Machado & M. von Sperling. 2008. Performance evaluation of planted and unplanted subsurface-flow constructed wetlands for the post-treatment of UASB reactor effluents. In Billore, S., P. Dass & J. Vymazal (eds), Proceedings of 11th International Conference on Wetland Systems for Water Pollution Control, Vol. 1. Institute of Environment Management and Plant Sciences, Vikram University, Ujjain: 400–407.
  • Herna´ndez, L. & P. Sa´nchez-Navaro. 2008. Integration of constructed wetland systems technology in the Maxican Caribbean: a review of the Akumal experience. In Billore, S., P. Dass & J. Vymazal (eds), Proceedings of 11th International Conference on Wetland Systems for Water Pollution Control, Vol. 1. Institute of Environment Management and Plant Sciences, Vikram University, Ujjain: 912–917.
  • Maltais-Landry, G., R. Maranger & J. Brison. 2009. Effect of artificial aeration and macrophyte species on nitrogen cycling and gas flux in constructed wetlands. Ecological Engineering (35): 221–229.
  • Naylor, S., J. Brisson, M. A. Labelle, A. Drizo & Y. Comeau. 2003. Treatment of freshwater fish farm effluent using constructed wetlands: the role of plants and substrate. Water Science and Technology 48(5): 215–222.
  • Pandey, M. K., B. R. Kansakar, V. Tare & P. D. Jenssen. 2006. Feasibility study of municipal wastewater treatment using pilot scale constructed wetlands in Nepal. In Dias, V. & J. Vymazal (eds), Proceedings of 10th International Conference on Wetland Systems for Water Pollution Control. MAOTDR, Lisbon: 1919–1926.
  • Rivera, F., A. Warren, E. Ramirez, O. Decamp, P. Bonilla, E. Gallogos, A. Calderon & J. T. Sanchez. 1995. Removal of pathogens from wastewaters by the root zone method (RZM). Water Science and Technology (32): 211–218.
  • Vacca, G., H. Wand, M. Nikolausz, P. Kuschk & M. Ka¨stner. 2005. Effect of plants and filter materials on bacteria removal in pilot-scale constructed wetlands. Water Research (39): 1361–1373.
  • Vymazal, J. 2009. The use constructed wetlands with horizontal sub-surface flow for various types of wastewater. Ecological Engineering (35): 1-17
  • Vymazal, J. 2011. Plant used in constructed wetlands with horizontal subsurface flow: a review. Hydrobiologia (674): 133-156.

[/vc_column_text]

Marilah Kita Bentuk Masa Depan Bersama-sama

Raih kemungkinan tak terbatas.

Chat WhatsApp
1
Need Help?
If you have any questions about the services we provide do not hesitate to contact us. We try and respond to all queries and comments within 24 hours.